Friday, September 21, 2007

Jejak Putih di Tanah Basah


Penerbit: Gema Insani Press
Cetakan: Pertama, Juli 2007
Jml Hlm.: 107
Harga:
Begitu kaki Kelik menjejak tanah, seperti telah ia duga, tepuk tangan dan teriakan menggemuruh. Ibu langsung mememeluknya dan menangis meraung-raung. Para juru kamera berlomba menyorot close-up wajah Kelik. Sementara para reporter berebut mengajukan pertanyaan demi pertanyaan.
Kelik hanya bisa bengong. Tampangnya kini betul-betul terlihat seperti orang stres yang baru saja mencoba bunuh diri.
Tak dapat menahan diri, mulut Kelik yang semula mengatup karena menjepit buku gambarnya tiba-tiba berteriak keras, membuat orang-orang terkejut dan terdiam. Buku gambarnya terloncat dari mulutnya dan tergeletak di aspal.
“Siapa yang mau bunuh diri?! Aku hanya ingin melukis di atas menara! Nggak boleh, apa?!” Kelik meradang. Ia lepaskan segala emosi yang dari tadi mengendap di dadanya.
Penonton bengong. Ibu Kelik melepaskan pelukannya.
“Kamu ngapain di menara, Nak?”
Kelik memungut buku gambar dan membukanya. Ia menunjukkan lukisan hasil karyanya, lalu mengacung-acungkan ke wajah reporter-reporter yang haus berita.
“Ini!” teriak Kelik galak.
Dengan penuh kemarahan, Kelik merobek-robek hasil karyanya menjadi potongan-potongan kecil. Dengan sekali sentak, ia lemparkan ke atas. Potongan-potongan lukisan pertamanya menyebar di udara, melayang sejenak, kemudian turun ke tanah bagai hujan kertas.

No comments: